Rabu, 27 Juli 2011

BADAD RAMAYANA



CUPU MANIK ASTAGINA
Tersebutlah alkisah sebuah pertapaan yang di Gunung Sukendra. Pertapaan itu dihuni oleh Resi Gotama dan keluarganya. Resi Gotama adalah keturunan Bathara Ismaya, putra Prabu Heriya dari Mahespati. Resi Gotama memiliki seorang kakak bernama Prabu Kartawirya yang kelak akan menurunkan Prabu Arjunasasrabahu. Atas jasa-jasa dan baktinya kepada para dewa, Resi Gotama dianugrahi seorang bidadari kahyangan bernama Dewi Windradi. Dari hasil perkawinannya mereka dikaruniai tiga orang anak Dewi Anjani, Guwarsa dan Guwarsi.

Tahun berganti tahun, Dewi Windradi yang selalu dalam kesepian karena bersuamikan seorang brahmana tua, akhirnya tergoda oleh panah asmara Bhatara Surya. Terjalinlah hubungan asmara secara rahasia sedemikian rapih sehingga sampai bertahun-tahun tidak diketahui oleh Resi Gotama, maupun oleh ketiga putranya yang sudah menginjak dewasa. Akibat suatu kesalahan kecil yang dilakukan oleh Dewi Anjani, jalinan kasih yang sudah berlangsung cukup lama itu, akhirnya terbongkar dan membawa akibat yang sangat buruk bagi keluarga Resi Gotama.

Karena rasa cintanya yang begitu besar pada Dewi Anjani, Dewi Windradi mengabaikan pesan Bhatara Surya, memberikan pusaka kedewataan Cupumanik Astagina kepada Anjani. Padahal ketika memberikan Cupumanik Astagina kepada Dewi Windradi, Bhatara Surya telah berwanti-wanti untuk jangan sekah-kali benda kedewatan itu ditunjukkan apalagi diberikan orang lain, walau itu putranya sendiri. Kalau pesan itu sampai terlanggar, sesuatu kejadian yang tak diharapkan akan terjadi.

Cupumanik Astagina adalah pusaka kadewatan yang menurut ketentuan dewata tidak boleh dillhat atau dimiliki oleh manusia lumrah. Larangan ini disebabkan karena Cupumanik Astagina disamping memiliki khasiat kesaktian yang luar biasa, juga didalamnya mengandung rahasia kehidupan alam nyata dan alam kasuwargan. Dengan membuka Cupumanik Astagina, melalui mangkoknya kita akan dapat melihat dengan nyata dan jelas gambaran swargaloka yang serba polos, suci dan penuh kenikmatan. Sedangkan dari tutupnya akan dapat dilihat dengan jelas seluruh kehidupan semua makluk yang ada
di jagad raya. Sedangkan khasiat kesaktian yang dimiliki Cupumanik Astagina ialah dapat memenuhi semua apa yang diminta dan menjadi keinginan pemiliknya.

Tuduhan kedua putranya membuat hati Resi Gotama sedih dan prihatin, sebab ia merasa tidak pernah berbuat seperti itu. Segera ia memerintahkan Jembawan, pembantu setianya untuk memanggil Dewi Anjani dan Dewi Windradi. Karena rasa takut dan hormat kepada ayahnya, Dewi Anjani menyerahkan Cupumanik Astagina kepada ayahnya. Anjani berterus terang, bahwa benda itu pemberian dari ibunya. Sementara Dewi Windradi bersikap diam membisu tidak berani berterus terang dari mana ia mendapatkan benda kadewatan tersebut. Dewi Windradi seperti dihadapkan pada buah simalakama. Berterus terang, akan membongkar hubungan gelapnya dengan Bhatara Surya. Bersikap diam, sama saja artinya dengan tidak menghormati suaminya. Sikap membisu Dewi Windradi membuat Resi Gotama marah, dan mengutuknya menjadi patung batu, yang dengan kesaktiannya, dilemparkannya melayang, dan jatuh di taman Argasoka kerajaan Alengka disertai kutuk , bahwa kelak akan memjelma kembali menjadi manusia setelah dihantamkan ke kepala raksasa.

Demi keadilan, Resi Gotama melemparkan Cupumanik Astagina ke udara. Siapapun yang menemukan benda tersebut, dialah pemiliknya. Karena dorongan nafsu, Dewi Anjani, Guwarsi Guwarsa dan Jembawan segera mengejar benda kadewatan tersebut. Tetapi Cupumanik Astagina seolah-olah mempunyal sayap. Sebentar saja telah melintas dibalik bukit. Cupu tersebut terbelah menjadi dua bagian, jatuh ke tanah dan berubah wujud menjadi telaga. Bagian Cupu jatuh di negara Ayodya menjadi Telaga Nirmala, sedangkan tutupnya jatuh di tengah hutan menjadi telaga Sumala. Anjani, Guwarsi, Guwarsa dan Jembawan yang mengira cupu jatuh kedalam telaga, langsung saja mendekati telaga dan meloncat masuk kedalamnya. Suatu malapetaka terjadi, Guwarsa, Guwarsi dan Jembawan masing-masing
berubah wujud menjadi seekor manusia kera. Melihat ada seekor kera dihadapannya, Guwarsa menyerang kera itu karena menganggap kera itu menghalang-halangi perjalanannya. Pertarungan tak pelak terjadi diantara mereka. Pertempuran seru dua saudara yang sudah menjadi kera itu berlangsung seimbang. Keduanya saling cakar, saling pukul untuk mengalahkan satu dengan lainnya. Sementara Jembawan yang memandang dari kejauhan tampak heran melihat dua kera yang bertengkar namun segala tingkah laku dan pengucapannya sama persis seperti junjungannya Guwarsa dan Guwarsi. Dengan hati-hati Jembawan mendekat dan menyapa mereka. Merasa namanya dipanggil mereka berhenti bertengkar. Barulah mereka sadar bahwa ketiganya telah berubah wujud menjadi seekor kera. Dan erekapun saling berpelukan menangisi kejadian yang menimpa diri mereka. Sedangkan Dewi Anjani yang merasa tidak dapat berenang, duduk pasrah ditepi telaga, mencuci kaki, tangan dan membasuh muka. Dan malapetaka yang sama terjadi pada Anjani yang pada bagian kaki, tangan dan mukanya yang berujud kera.

Setelah masing-masing mengetahui adanya kutukan dahsyat yang menimpa mereka, dengan sedih dan ratap tangis penyesalan, mereka kembali ke pertapaan. Resi Gotama yang waskita dengan tenang menerima kedatangan ketiga putranya yang telah berubah wujud menjadi kera. Setelah.memberi nasehat seperlunya, Resi Gotama menyuruh ketiga putranya untuk pergi bertapa sebagai cara penebusan dosa. Guwarsi harus bertapa seperti seekor kelelawar yang menggantungkan kakinya diatas pohon dan kepala dibawah, dan berganti nama menjadi Subali. Guwarsa harus bertapa seperti kijang, berjalan merangkak dan hanya makan dedaunan. Namanyapun diganti menjadi Sugriwa. Sedangkan Dewi Anjani harus bertapa bertelanjang dengan merendamkan seluruh tubuhnya sebatas leher di telaga Madirda, yang airnya mengalir ke sungai Yamuna.

Sesaji Aswomedo

Tidak biasanya beliau tinggal di paseban sendirian. Biasanya sang Prabu jengkar mendahului semua pejabat kerajaan. Kini Rekyono Patih, menteri2, nayoko2 projo, dan semua orang sudah meninggalkan balairung. Prabu Dosoroto terhenyak disinggasananya memandang lantai paseban yang gilar2 membentang luas. Matanya menerawang kedepan, melihat alun2 dengan sepasang pohon wringin kurungnya.
Prabu Dosoroto dan Permaisuri Dewi Susalyo atau Dewi Raghu menikah cukup lama tetapi belum juga punya keturunan. Hal ini merisaukan hatinya. Keturunan bukan hanya masalah pribadi tetapi sudah menjadi masalah negara karena pada waktu itu pewaris kerajaan adalah putra Raja. Apalagi Prabu Dosoroto adalah raja kawentar dari negara besar Ayudyo yang kaya raya, subur makmur gemah ripah loh jinawi. Toto titi tentrem dan kertoraharjo. Karena waktu itu belum ada bayi tabung, satu2nya jalan adalah dengan menikah lagi. Raja Ayudyo tidak tanggung2 menikahi 2 garwo ampéan yaitu Dewi Kekayi dan Dewi Sumitro. Namun setelah sekian lama menikah, ketiga istri2 itu tetap juga tidak juga kunjung hamil.
Atas saran seorang pendhito, sang Raja mengadakan sesaji Aswomedo. Semua istri2nya melakukan upacara ritual menari nari seolah melakukan hubungan badan dengan bangkai kuda. Tidak jelas mengapa bukan dengan kuda hidup. Juga tidak jelas mengapa dengan kuda. Mengapa bukan dengan ayam misalnya. Bukankah ayam lebih digdoyo ? Tanpa jago bisa beretelur dan punya anak. Karena kuda terkenal ‘jantan’ dengan ukurannya yang ‘king size’ ? Entahlah. Upacara seperti ini bukan aneh dijaman itu. Di Jepang ada upacara semacam itu. Wanita yang mandul melakukan upacara ritual dengan jalan menggosok gosokkan yoninya ke sebuah patung lingga yang dikeramatkan. Apalagi kalau digosokkan punya kita, wuah ...
Versi lain mengatakan bahwa Raja Ayudyolah yang mungkin mandul. Ini masalah serius karena Prabu Dosoroto tidak punya saudara kandung. Siapa nanti yang akan meneruskan tahta Ayudyo ? Versi ini menyatakan bahwa Prabu Dosoroto datang ke sebuah asrama resi2 untuk mendapatkan ‘suwuk’. Suwuk disini bukan sebatas kata2, jompa jampi dan doa2 tetapi sang raja meminta ketiga garwo2nya dibuahi begawan2 di pertapaan itu. Tentunya pembuahaan dilakukan dengan cara alamiah karena waktu itu belum ada bank sperma dan inseminasi. Tidak jelas juga apakan hanya satu pendito yang membuahi ketiga istri2 itu, atau satu pendeta untuk satu istri, atau malah rame2 - jambore.
Apa yang dilakukan Prabu Dosoroto tidak jarang terjadi dimasa itu. Dalam kisah Mahabarata, pewaris Astino meninggal sebelum sempat punya keturunan. Supaya punya keturunan, dipanggilah begawan Abiyoso atau wiku Kresnodwipoyono dari pertapan Saptorenggo untuk membuahi menantu2 Hastinopuro. Karena sang begawan tampangnya sangat buruk, ada menantu itu yang memejamkan matanya ketika dibuahi sang pendeta. Akibatnya anak yang lahir, raden Destoroto buta. Menantu kedua kaget sampai pias dan memalingkan mukanya sehingga anaknya yang bernama Radèn Pandu berwajah pucat dan lehernya tèngèng. Menantu ketiga takut2 dan berjalan berjingkat jingkat. Kelak anaknya yang bernama Yomo Widuro berjalan pincang. Ada yang tanya, kalo pas dikeloni bopo begawan ia bersin2 bagaimana ? Ya, anaknya wohang wahing, to ? Kalau sedang glègèk-en coca cola ? Mbuh ... !
Entahlah, mana dari versi2 tersebut yang benar tidaklah jelas. Yang jelas ketiga garwo raja hamil dan melahirkan hampir bersamaan. Yang pertama melahirkan adalah Dewi Kekayi dan anaknya diberi nama raden Bharoto. Berikutnya, permaisuri Dewi Susalyo melahirkan raden Romowijoyo. Dewi Sumitro melahirkan raden Lesmono. Beberapa bulan berselang Dewi Kekayi melahirkan lagi seorang putra bernama raden Satrugeno. Betapa bahagianya sang Prabu memiliki empat putra sekaligus.
Keempat putra tersebut dididik dikraton. Segala olah Joyo kawijayan, kesaktian, ilmu tata negara, militer, hukum, dll. Sejak kecil raden Romowijoyo telah menunjukkan bakatnya yang ruarbiasa. Tidak ada seorangpun yang meragukan bahwa beliaulah putra mahkota kerajaan Ayudyo. Prabu Dosoroto sangat berbahagia dengan putra2nya. Ia sangat bangga dan sangat sayang kepada putra sulungnya raden Romowijoyo yang diagul agulkannya menjadi penggantinya kelak jika telah dewasa.
Gambar : Prabu Dosoroto berdampingan dengan permaisuri Dewi Raghu berhadapan dengan Dewi Sumitro dan Dewi Kekayi dibelakangnya.
Supoto Sharwono


Walaupun berbeda ibu, sejak kecil Lesmono sangat dekat dengan Romo. Bharoto kompak dengan adik kandungnya Satrugeno. Pengasuh Bharoto dan Satrugeno adalah emban Mantoro. Hubungan emban ini dengan Dewi Kekayi sangat dekat. Walaupun kedudukannya hanya emban, pengaruhnya sangat besar. Emban Mantoro adalah emban yang ambisius. Cita2nya tinggi. Ia menginginkan kedudukan yang lebih tinggi. Ia kemaruk harta dan kuasa.
Adalah lumrah dalam kehidupan poligami, selain hubungan saling menyukai diantara istri2, sering terjadi kecemburuan, iri dan rivalitas diantara mereka. Dewi Kekayi memendam rasa iri ini. Iri kepada Dewi Susalyo yang menjadi permaisuri, iri karena anaknya tidak sehebat anak marunya. Terkadang terlintas dalam benaknya betapa bombong hatinya seandainya putranya jadi raja. Namun ia tidak bisa berbuat apapun. Romo terlalu sulit untuk ditandingi.
Pada suatu hari, sang Prabu menghibur diri dengan berburu sendirian. Biasanya belum tengah hari beliau telah mendapatkan buruan tetapi kali ini sudah lewat tengah hari tak seekorpun buruan nampak. Sang raja kelelahan dan mulai merasa kesal. Ketika sedang beristirahat, tiba2 diseberang danau tampak rumput2 dan ilalang ber-gerak2 menandakan adanya makhluk yang sedang disitu. Jaraknya cukup jauh dan sang Prabu tidak ingin kehilangan buruan. Jika didekati, harus memutar. Beliau takut buruan lari. Dengan mengerahkan kecakapannya dalam membidik, untung2an sang Prabu membidik dan srettt panah melesat dari busurnya.
Alangkah kagetnya ketika terdengar jeritan manusia. Ter-gopoh2 beliau mendekati semak2 tsb. Betapa terkejutnya Prabu Dosoroto mendapati seorang anak muda terkapar terkena anak panahnya. Melihat pakaian Prabu Dosoroto, anak muda itu tahu bhw ia sedang berhadapan dengan raja. Dengan ter-engah2 anak muda itu berkata
“ … mengapa baginda memanah saya … ? ”
“ aku … tidak sengaja, anak muda … “
Prabu Dosoroto mencoba menyelamatkan nyawa anak itu dengan menaburkan obat2an yang dibawanya.
“ … saya mohon bantuan … “
“ katakan apa yang bisa kulakukan. Siapa kamu ? ”
“ saya anak Sharwono … kedua orang tua saya buta … mereka sedang menantikan kedatangan saya membawa beras … “ Sharwono mulai sesak nafasnya.
“ mohon bawakan beras ini ke … “ Ia tidak bisa menyelesaikan kalimatnya, nyawanya keburu meregang. Dengan masgul Prabu Dosoroto memanggul jasadnya mencari cari rumah orang tuanya.
Begawan Sharwono adalah pendito yang gentur tapanya sehingga beliau menjadi resi yang sakti mondroguno. Istri Resi Sharwono juga buta sehingga kedua orang tua itu sangat tergantung hidupnya pada putra tunggalnya. Prabu Dosoroto tertegun melihat kenyataan itu. Pelan2 jenasah diletakkan. Sang resi yang merasakan kedatangan sang Prabu bersabda
“ siapakah angger ... ? “
Terbata2 sang raja berkata “ Aku Prabu Dosoroto dari Ayudyo ... aku sedang kena sambekolo ... tidak sengaja memanah anakmu hingga mati “ Alangkah terkejutnya kedua orang tua tadi. Dengan sedih bercampur marah, sang Wiku berkata : “ bagaimana mungkin raja besar seperti anda bisa berlaku ceroboh ! “ Prabu Dosoroto hanya bisa diam tanpa menjawab sepatah katapun. Dengan geramnya sang pandhito mengutuk Prabu Dosoroto dengan suara menggeletar.
“ wahai kulup raja Ayudyo, ketahuilah karmamu, ... suatu saat nanti kulup akan mengalami hal yang membuatmu sangat berduka ... anakmu akan ada yang kena bilahi ... angger akan berpisah dengan anak yang paling kulup cintai ... dan kulup akan mati merana dalam kesedihan ... “
Sebagai raja yang berbudi mulia, Dosoroto sudah cukup tertekan dan merasa bersalah atas kecerobohannya. Kini beliau harus menerima kutukan yang tidak bisa ditampiknya. Setelah sekian lama, barulah beliau bisa melupakan supoto Sharwono. Namun, tanpa disadari Prabu Dosoroto Supoto Sharwono diam2 menunjukkan tuahnya.


Namun dorongan rasa cinta terhadap putri tunggaInya telah melupakan pesan Bhatara Surya. Dewi Windradi memberikan Cupumanik Astagina kepada Anjani, disertai pesan agar tidak menunjukkan benda tersebut baik kepada ayahnya maupun kepada kedua adiknya. Suatu kesalahan dilakukan oleh Anjani. Suatu hari ketika ia akan mencoba kesaktian Cupumanik Astagina, kedua adiknya, Guwarsa dan Guwarsi melihatnya. Terjadilah keributan diantara mereka, saling berebut Cupumanik Astagina. Anjani menangis melapor pada ibunya, sementara Guwarsa dan Guwarsi mengadu pada ayahnya. Bahkan secara emosi Guwarsa dan Guwarsi menuduh ayahnya, Resi Gotama telah berbuat tidak adil dengan menganak emaskan Anjani. Suatu tindakan yang menyimpang dari sifat seorang resi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  

jika anda mengenal saya,

sms : 082137611999
email : bellisuma@yahoo.com

selamat bersemangat ^_^